CANBERRA, PortalBatam1.Com ||
Mahasiswa di beberapa universitas di Australia, pada Jumat (04/05/2024), telah mulai melancarkan aksi unjuk rasa untuk memprotes serangan genosida Israel penduduk Palestina di Jalur Gaza, seiring meluasnya protes besar-besaran pro-Palestina yang melanda negara-negara barat.
Dikutip dari Media SPNA, para demonstran pro-Palestina mendirikan perkemahan di Universitas Sydney, universitas terbesar di Australia, pada Minggu lalu. Perkemahan lain yang menentang pembunuhan massal penduduk sipil Palestina juga bermunculan di kampus-kampus di Melbourne, Canberra, dan kota-kota lain di Australia.
Pada hari Jumat, para mahasiswa melakukan demonstrasi di kampus Universitas Sydney untuk memprotes serangan Israel dan menuntut agar institusi mereka melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang menjalin hubungan dengan Israel, mengikuti jejak gerakan akar rumput mahasiswa di Amerika Serikat.
“Setelah memahami apa yang sedang terjadi, Anda mempunyai tanggung jawab untuk mencoba dan terlibat serta meningkatkan kesadaran dan menunjukkan solidaritas,” kata salah satu peserta.
Beberapa minggu terakhir telah terjadi gerakan mahasiswa berskala besar yang terjadi di kampus-kampus Amerika Serikat untuk mendukung perjuangan Palestina dan mengecam dukungan Washington terhadap Israel. Aksi ini bertambah besar setelah petugas keamanan Amerika Serikat menangkap lebih seribuan mahasiswa yang melakukan aksi protes. Gerakan ini kemudian menginspirasi protes di universitas-universitas di Perancis, Kanada, Inggris, Lebanon, dan tempat lain.
Mahasiswa di beberapa universitas terbesar di Kanada juga telah mendirikan perkemahan protes sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza, termasuk di Universitas McGill di Montreal. Gerakan di Kanada juga mulai menuntut divestasi dari Israel.
Perkemahan juga telah didirikan di Universitas Toronto, Universitas British Columbia, dan Universitas Ottawa. Mahasiswa di Universitas Toronto mengatakan bahwa mereka tidak akan membongkar perkemahan solidaritas Palestina sampai lembaga tersebut melakukan divestasi dari dana apa pun yang membantu “mempertahankan apartheid Israel, pendudukan dan pemukiman ilegal Palestina”.
Protes Juga Terjadi di Sejumlah Universitas di Inggris
Di Paris, polisi anti huru hara Perancis bergerak melawan pengunjuk rasa yang melakukan aksi duduk pro-Palestina di Universitas Sciences Po pada hari Jumat. Polisi Prancis juga menyerang pengunjuk rasa di Universitas Sorbonne Paris awal pekan ini.
Di Amerika Serikat, represi kekerasan yang dilakukan polisi terjadi di beberapa kelompok pro-Palestina selama pekan ini. Pada hari Selasa, polisi New York dengan menggunakan kekerasan merebut kembali sebuah gedung yang ditempati oleh mahasiswa pengunjuk rasa di Universitas Columbia, menggerebek aula, dan menahan puluhan orang. Insiden serupa terjadi beberapa jam sebelumnya ketika polisi di California mengepung sebuah gedung yang telah diambil alih oleh pengunjuk rasa di Universitas Cal Poly Humboldt.
Para pengunjuk rasa pro-Israel menyerang Perkemahan Solidaritas Gaza di Universitas California. Namun, anehnya tidak mendapat reaksi keras dari otoritas kampus dan polisi. Pada Rabu malam, polisi anti huru hara mengepung perkemahan pro-Palestina di Universitas California dan mulai bergerak melawan para mahasiswa serta melakukan penangkapan pada hari berikutnya.
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan rancangan undang-undang pada tanggal 1 Mei untuk mendefinisikan kembali makna antisemitisme agar mencakup kritik terhadap Israel, sehingga siapa pun di Amerika tidak bisa mengkritik Israel. Banyak yang mengkritik undang-undang tersebut dan memperingatkan bahwa undang-undang tersebut secara khusus dapat digunakan untuk menghadapi protes pro-Palestina di kampus-kampus Amerika Serikat.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza. Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Minggu (05/05), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 34.683 orang dan 78.018 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: The Cradle)